Wednesday, January 21

Fenomena itik - doing nothing better than being busy doing nothing

Berikut adalah email mengenai “fenomena itik” . apa yang dituliskan dalam email ini cukup menarik,  “ kalaau kita ‘busy’ apakah kita benar-benar berkontribusi ?

 

Selamat membaca semoga bisa menjadi bahan perenungan bagi kita semua. (ed)

 

 

 

 

oleh : Anthony Dio Martin
Managing Director HR Excellency

* *
*Kontribusi atau cuma 'busy'*

* "Doing nothing better than being busy doing nothing."*-*Lao Tzu*-

Memulai awal 2009 ini, ada suatu kisah yang saya ingin Anda renungkan. Kisah
ini bercerita tentang seekor itik yang begitu sibuk berenang di suatu kolam.
Dari awal matahari terbit hingga menjelang di ufuk timur, itik itu sibuk
sekali berenang di kolam tersebut.

Berkeliling dari satu ujung ke ujung yang lainnya. Tidak ada capai-capainya.
Betul-betul luar biasa. Hingga menjelang akhir hari tersebut, si itik itu
pun memutuskan untuk keluar dari kolam itu dengan 'keringatan' sambil
berucap, "Wuih...betul- betul capai sekali dan meletihkan".

Inilah fenomena itik berenang yang ingin saya bicarakan dengan Anda di
permulaan tahun baru ini. Saudara serumpun kita dari Malaysia mempunyai
istilah 'gelabah itik' untuk mendeskripsikan kesibukan seekor itik di kolam.


Seperti kisah di atas, kalau Anda perhatikan, itik tersebut nampaknya sibuk
kesana-kemari, banyak gerakannya, tetapi pada akhirnya...itik itu tidak
bergerak ke mana pun! Nah, kalau hal ini Anda kaitkan dengan kehidupan Anda
pada tahun lalu, apakah mirip dengan si itik ini?

Begitu banyak kesibukan dan pekerjaan (atau bahkan ada yang pura-pura sibuk)
tetapi pada akhirnya hanya sedikit produktivitas atau hasil yang Anda capai.
Banyak aktivitasnya tetapi dimana hasilnya, Anda pun tidak bisa
menjelaskannya.

Begitulah, dalam momen konseling yang dilakukan terhadap ratusan peserta
pelatihan, saya menjumpai orang-orang yang berkeluh-kesah soal kesibukan
mereka sampai-sampai tidak punya waktu lagi untuk keluarga. Bahkan, waktu
untuk sekadar memanjakan diri dan menikmati hidup pun, rasanya nyaris tidak
punya. Mereka datang dari berbagai latar belakang, mulai dari direktur,
manajer, supervisor, karyawan biasa, guru, bahkan para pengusaha. Dan
kebanyakan mengajukan kasus yang sama, yakni pekerjaan yang menuntut waktu
dan tenaga mereka secara berlebih.

Pada akhirnya, mereka tiba dengan wajah yang lesu sembari berujar, "Yah,
inilah risiko pekerjaan. Begitu banyak menyita waktu saya, begitu banyak hal
yang harus dikerjakan, sehingga tidak ada waktu untuk yang lainnya." Kalimat
yang terdengar sangat akrab, bukan?

*Fenomena itik*

Kalau Anda banyak sekali berujar soal kekurangan waktu di tahun lalu,
cobalah Anda refleksikan, jangan-jangan Anda pun terkena fenomena itik di
atas. Itulah yang sering kali saya sampaikan dalam berbagai kesempatan
seminar dan training saya, "Ketika Anda begitu 'busy' apakah Anda
betul-betul berkontribusi?"

Hal yang perlu Anda perhatikan bagi diri Anda dan juga orang-orang yang Anda
pimpin adalah kesibukan, tidak selalu setara dengan produktivitas. Artinya,
Anda bisa kelihatan sibuk ke sana-ke mari, tergesa-gesa atau bekerja siang
dan malam, tetapi tidaklah berarti Anda menghasilkan sesuatu.

Itulah penyakit yang tanpa sadar dialami oleh banyak orang. Saya jadi ingin
mengingatkan Anda dengan ucapkan yang pernah disampaikan oleh salah satu
guru pemasaran idola saya, Jay Abraham, dalam nasihatnya bagi para pebisnis,
"Begitu banyak orang yang mengatakan mereka bangga menghabiskan waktu
berhari, berbulan dan bertahun dengan bisnisnya. Tapi yang penting bukanlah
seberapa banyak waktu yang Anda habiskan. Tapi, seberapa banyak yang Anda
hasilkan ?" Dengan kata lain, percuma kita menghabiskan banyak waktu,
kelihatan sibuk, tetapi hasilnya nihil.

Celakanya, sadar ataupun tidak, kita seringkali mengukur kontribusi diri
kita dari waktu dan kesibukan kita setiap hari. Jika setiap hari kita lembur
dan pulang tengah malam, kebanyakan dari kita akan berpikir inilah cara kita
berberkontribusi dan sikap yang patut diteladani.

Saya sendiri pun pernah kenal secara dekat seorang atasan yang senang jika
anak buahnya terlihat sangat sibuk. Jika sampai ia melihat bawahannya ada
yang nganggur, dia akan langsung memarahi dan menganggapnya tidak memberikan
yang terbaik bagi perusahaan.

Padahal, ukuran kontribusi yang sesungguhnya bukanlah berapa banyak waktu
dan tenaga yang kita berikan melainkan berapa banyak hasil yang
diberikannya! Buat apa kelihatan sibuk, sampai-sampai tidak ada waktu untuk
berpikir hal-hal yang strategis dan menolak menerima tambahan pekerjaan lain
dengan alasan kesibukannya, tetapi pada kenyataannya pun tidak banyak yang
dihasilkannya.

Namun, itulah fenomena yang juga saya temukan pada banyak karyawan di
kantor-kantor belakangan ini. Begitu rajinnya mereka datang pagi-pagi, sibuk
di depan komputer, bergerak dengan setumpuk dokumen, bicara di telepon
(katanya dengan klien), terkadang sibuk keluar kantor (katanya bertemu
klien), tetapi pada akhir hari jika kita tanyakan bagaimana hasil
pekerjaannya, jawabannya adalah, "Kerjaannya belum selesai" atau "Targetnya
belum tercapai".

Begitulah, kita sering sekali terjebak untuk menjadi sekadar busy padahal
sebenarnya kontribusi kita tidak setimpal dengan waktu dan tenaga yang kita
keluarkan. Yang lebih parah, ada beberapa orang yang memang kecanduan dengan
kesibukan.

Mereka memperoleh kepuasan psikologis dan merasa berharga jika mereka bisa
menyibukkan diri habis-habisan. Akibatnya, keluarga menjadi korban,
orang-orang terdekat kita menjadi korban, bahkan tidak jarang kehidupan kita
sendiri turut terenggut dan menjadi korban.

*Tanpa hasil gemilang*

Kalaupun di tempat kerja, orang-orang ini prestasinya biasa-biasa bahkan
tergolong rendah. Mereka pun tidak banyak mencetak hasil yang gemilang. Ini
sesuatu yang sangat ironis bukan, begitu sibuknya tetapi mengapa tidak ada
pencapaiannya?

Baiklah. Sekarang mari kita bicarakan bagaimana caranya Anda betul-betul
berkontribusi dan tidak hanya busy? Ada dua hal penting yang perlu menjadi
perenungan kita. Goal kita dalam bekerja harus jelas. Bedakan antara
aktivitas dengan hasil!

Tujuan kita dalam bekerja bukanlah mencari kesibukan tetapi bagaimana kita
menghasilkan. Karena itu, perlu bagi kita untuk memiliki semacam alarm dalam
diri kita sendiri, apakah kita menghasilkan sesuatu atau hanya sekedar
menyibukkan diri. Ataupun sebaliknya, ketika kita bersibuk ria, apakah
setimpal dengan output yang kita peroleh.

Milikilah kepekaan bahwa apa pun yang sedang kita kerjakan membawa kita
semakin dekat dengan tujuan kerja ataupun goal kehidupan kita. Pastikan kita
sadar, bahwa apa pun yang kita lakukan, termasuk pekerjaan kita di kantor,
meskipun pergerakannya lambat, tetap membawa kita semakin dekat dengan
tujuan kita. Jika tidak jangan meluangkan waktu terlalu banyak dengan
pekerjaan-pekerjaan yang hanya menyita waktu tetapi sia-sia.

Untuk itu, tips kita yang kedua adalah sungguh-sungguh mengenali mana
pekerjaan yang produktif, dan mana yang hanya menyibukkan tetapi tidak
produktif. Terkadang, di kantor dan di bisnis akan ada banyak aktivitas yang
menyibukkan, tetapi sebenarnya tidak produktif, termasuk telepon-telepon,
obrolan, kunjungan ataupun rapat-rapat yang 'wasting time'.

Termasuk juga teknologi sekarang bisa menjadi 'pencuri waktu' yang kejam.
Kesibukan membalas email, mencari informasi di Internet dan merespons
permintaan yang tidak penting, serta berbagai aktivitas popularitas seperti
blogging, friendster ataupun chatting, bisa sangat menyita waktu. Beranilah
untuk menyortir dan berusahalah tidak tergoda untuk hal-hal yang menyita
waktu Anda yang berharga.

Seorang bijak pernah berkata, "Kunci dari fokus adalah eliminasi". Anda
harus berani menyingkirkan hal-hal yang tidak sesuai dengan prioritas Anda.
Anda harus berani berkata "tidak" untuk godaan aktivitas yang justru
mengganggu produktivitas Anda.

 

Sumber ; "Arya - B 6665 EKF - Silver Pulsar" sucahyoarya@gmail.com

No comments:

Post a Comment

Silahkan mengisi komentar dan terima kasih atas komentar anda