Tuesday, September 23

Dunia tanpa seni = mati


Apa jadinya jika UU pornografi benar-benar disah-kan?


RUU itu akan membatasi, membelenggu, bahkan mematikan nilai tradisi, budaya, dan kesenian


Penari Ira Kusumorasri menambahkan, ”Jika RUU Pornografi disahkan, akan melindungi kaum perempuan. Namun, saya sebagai perempuan tak merasa terlindungi. Saya menolak RUU itu sebab membatasi kreativitas seni di Indonesia.”

Peserta Aksi tolak RUU Pornografi


Sebagian warga SATUNAMA ikut dalam aksi menolak RUU pornografi. Apa jadinya jika HUT Kemerdekaan Republik Indonesia sunyi senyap, karena tidak ada lagi sorak-sorai penonton lomba panjat pinang ?

Menolak RUU Pornografi


Senin, 22 September 2008, menjadi hari yang spesial bagi sebagian warga SATUNAMA. Ini disebabkan karena belasan warga Duwet bergabung bersama aliansi organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta menolak RUU anti pornografi.

Ikut dalam aksi menolak RUU pornografi, dirasakan penting bagi warga SATUNAMA, yang peduli pentingnya menjaga keberagaman di NKRI. Aksi bertempat di depan Gedung Agung- Yogyakarta.


Kegiatan menampilkan berbagai pentas pertunjukkan dikemas dalam bentuk kesenian yang akrab dengan rakyat, seperti musik dangdut, selama aksi tak urung peserta dihibur dan ikut bergoyang mengikuti hentakan irama organ tunggal.

Selain hiburan ada juga orasi. Bapak Methodius menyampaikan bahwa dalam proses pembentukannya rancangan undang-undang pornografi tidak dibuat dengan matang, ada proses-proses yang melompat.

Sementara itu Fajroel Rahman, menyoroti efek negatif seandainya RUU tersebut disahkan, yang berpeluang memecah belah anggota masyarakat.

Pesan-pesan disampaikan dalam bahasa sederhana, simpatik dan mudah dicerna. Inti pesan-pesan tersebut mengajak seluruh masyarakat Yogyakarta menghargai keberagaman dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia . (ed)