Thursday, July 30

Kunjungan Alumni School of Peace

Oleh :

Lutfi Retno

Pada tanggal 24 Juli 2009 lalu, 21 peserta dari alumni School of Peace di India pada tahun 2006, 2007, dan 2008 datang ke Balai Pelatihan SATUNAMA di Duwet, Sinduadi untuk studi banding. Rombongan yang diorganisir oleh Anick HT, direktur eksekutif Indonesian Conference on religion and Peace ini berkunjung dalam rangka membuat jaringan dan mengembangkan kapasitas peserta di bidang community organizing dan capacity building.

“Kunjungan ini merupakan bagian dari workshop fundamentalism and reading our sacred text yang diselenggarakan oleh Interfaith Cooperation Forum (ICF) bekerja sama dengan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) dan Masyarakat Dialog antar Agama (MADIA). Kami memilih SATUNAMA sebagai salah satu lokasi kunjungan karena School of Peace memiliki agenda tentang community development. Kami menganggap SATUNAMA sebagai salah satu lembaga yang konsisten peduli di wilayah hulu dengan cara mencetak kader, aktivis, dan pemikir multistakeholder melalui training-training dan pelatihan yang dibuatnya,” tutur Anick HT. Ia juga menambahkan jika panitia beranggapan SATUNAMA adalah lembaga yang sangat terorganisir sehingga peserta bisa belajar banyak dari pengelolaan organisasi dan pengelolaan programnya.

Peserta yang berasal dari Kamboja, New Zealand, Burma, dan dari berbagai daerah di Indonesia ini mewakili komunitas agama Islam, Kristen, Katolik, Buddha, dan Penghayat. Mereka kemudian berdiskusi dengan Meth Kusumahadi, Ketua Dewan Pembina SATUNAMA yang juga mantan direktur SATUNAMA mengenai sejarah dan program-program lembaga.

“SATUNAMA memiliki berbagai program yang punya tujuan utama memperkuat civil society di Indonesia melalui penguatan nilai-nilai universal dan promosi demokrasi di masyarakat. Cara tersebut ditempuh melalui training, pendampingan, dan konsultasi. Program-program seperti air bersih, perpustakaan keliling, dan usaha kecil ini memiliki tujuan jangka panjang yang sama yaitu membuat masyarakat mandiri dan bisa menentukan apa yang terbaik untuk dirinya,” tutur Meth.

Setelah berdiskusi selama kurang lebih tiga jam, peserta kemudian melanjutkan kunjungannya ke Masjid Ahmadiyah yang dianggap sebagai kelompok korban fundamentalisme, dan Pesantren Nurul Ummahat pimpinan KH Abdul Muhaimin yang mewakili pesantren moderat dengan agenda pengembangan jaringan dan agenda-agenda di bidang interfaith dan pluralisme. 


No comments:

Post a Comment

Silahkan mengisi komentar dan terima kasih atas komentar anda